Tuesday, November 17, 2015

[Cerita Relawan] Ariyanto dan beragam profesinya

RumahLebahPAY, Jakarta - Ba’da maghrib, tepatnya pukul 18.20 saya berangkat dari kantor menuju Rumah Lebah. Hujan yang menderas, tak menyurutkan langkah saya. Awalnya, sih, hanya rintik saat saya tiba di gerbang Muara Bahari. Namun saat saya tiba di rumah Pak Syarif, tepat pukul 18.30 hujan seperti tumpah ruah dari langit. Ternyata, adik-adik Laskar Langit pun bersemangat seperti saya. Meski hujan, mereka tetap datang mengaji ke rumah Pak Syarif. Bahkan ada empat adik yang baru bergabung. Sehingga total yang terdaftar ada 74 Laskar Langit.
Gerbang menuju Kampung Muara Bahari

Saat itu, Pak Syarif sedang menguji adik-adik untuk maju satu per satu menyetor hafalan doa pendek. Kebetulan, pikir saya. Sebab saat launching kemarin, souvenir yang seharusnya saya bagikan terpaksa saya tunda karena tidak sesuai jumlah adik dengan jumlah souvenir. Saya khawatir bila dibagikan akan menimbulkan rasa iri pada yang belum kebagian. Yaa… antusiasme adik-adik yang begitu tinggi, menyebabkan hampir tiap pertemuan kami menerima tambahan adik baru yang ingin bergabung mengaji dan belajar.

Saya pun memanfaatkan momen itu untuk memberikan souvenir pada mereka namun dengan syarat harus menyetor hafalan dengan baik pada saya dan Pak Syarif. Mendengar perkataan saya, adik-adik semakin bersemangat dan riuh mulut mereka berkomat-kamit melancarkan hafalan doa. Kategori usia 5-10 tahun harus menghafal empat doa sehari-hari. Ada yang memberanikan diri ke hadapan saya  bahwa dia hafal empat doa sehari-hari. Namun di tengah jalan, baru dua hafalan dia tiba-tiba lupa. Mungkin karena grogi, hal itu terjadi beberapa kali, hingga akhirnya ia mundur, duduk lagi menghafal.

Alhamdulillah adik-adik yang berusia 11-14 tahun rata-rata sudah hafal surat selain surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Nas, dan juga bacaan salat. Mereka pun siap saya berdayakan untuk mengajari adik-adik yang belum bisa bacaan salat. Ada Topan yang bercita-cita menjadi tentara Allah (baca selengkapnya di sini) hafal Surat Al Baqarah ayat 1-6. Siti Maulinda hafal Surat Abasa 42 ayat. Maulana hafal sebagian juz 30. Sebagian besar mereka pun sudah hafal Surat Yaasiin.
Mereka yang berhasil menyetor hafalan dan mendapatkan souvenir


Saya angkat topi pada Pak Syarif dan Bu Susan. Sebab merekalah, anak-anak ini bisa mengenal ayat-ayat cinta dari Tuhannya. Mengajar puluhan adik di Kampung Muara Bahari setiap malam tanpa imbalan, bagi saya itu luar biasa dan merekalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Tiba-tiba dari luar ada yang  mengucap salam. Saya pun menjawab salamnya, dan bergegas keluar, Terlihat seorang anak lelaki bertubuh kecil, memakai kalung, bertelanjang dada, mengenakan celana pendek dan membawa payung. Saya mengenalinya. Dia adalah Ariyanto. Ariyanto sering disuruh oleh ibu-ibu setempat dan diberi imbalan. Dari salah seorang adik, saya jadi tahu bahwa bila hari hujan, Ariyanto berubah profesi menjadi tukang ojek payung.

Setelah hujan mereda, Ariyanto datang menemui saya, mengatakan dia ingin belajar. Penampilannya berbeda dengan sebelumnya. Kini dia sudah rapi, sudah mandi, memakai kaus dan sarung. Terlihat sangat siap untuk belajar membaca dengan saya. Saya pun mengajari Ariyanto dan mengamanahkan pada empat sekawan (Wawan, Maulana, Daffa, dan Dodi) untuk membantu mengajarkan Ariyanto calistung.

SIAPA ARIYANTO?

Ariyanto adalah anak laki-laki berusia 11 tahun. Anak kedua dari lima bersaudara. Mereka ditinggalkan oleh orangtua yang mungkin bisa dibilang tidak bertanggung jawab. Ariyanto dan keempat saudaranya diasuh oleh nenek mereka. Ariyanto  putus sekolah dan belum bisa calistung. Ariyanto termasuk anak yang mandiri. Sebelumnya dia pernah menjadi kenek odong-odong, tukang cuci motor dan hari ini saya melihat dia menjadi tukang ojek payung.

Satu kata dari saya untuk Ariyanto: SALUT!

Anak sekecil itu berusaha mencari nafkah dengan bekerja apa pun asalkan halal. Bisa dibilang dia berjuang dalam hidupnya, bahkan berusaha menopang kebutuhan tiga adiknya. Dari Ariyanto, saya belajar tentang perjuangan, pengorbanan, dan semangat menjalani hidup. Bahkan dengan kondisi hidupnya yang seperti itu, dia tidak menganggapnya sebuah beban. Seringkali dia bahkan menjadikan kondisi hidupnya sebagai bahan untuk menghibur adik-adik Laskar Langit lainnya, agar tidak sedih dan kecewa dengan hidup mereka.



*Rahmah Suciyani Sanuri

0 comments:

Post a Comment